TERNATE- Langit di atas kota Ternate terlihat cerah. Matahari bersinar dengan teriknya tanpa ada awan hitam yang bergantung seperti beberapa hari sebelumnya dimana Ternate ‘dihajar’ angin topan dan hujan deras.
Suasana inilah yang mengantar 8.125 siswa dari berbagai tingkatan sekolah mulai SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi yang ingin memecahkan rekor penari terbanyak di Indonesia. Berkumpul di alun-alun depan kedaton Sultan Ternate atau tang disebut Ngara Lamo (lapangan besar) dalam rangkaian festival Soya-soya memeriahkan event tahunan Legu Gam atau pesta rakyat menyambut Hari Ulang Tahun Sultan Ternate Mudaffar Sjah ke-76, Minggu (3/4/2011) sore WIT.
Di tengah lapangan sekitar 6.000 siswa SD se-kota Ternate plus sekitar 2000-an lebih siswa SMP dan SMU serta perguruan tinggi di ruas sisi Ngara lamo yakni jalan Pemuda dan jalan Sultan Khairun, berbaris menunggu komando.
Tepat di pukul 16.30 WIT, dengan satu komando, para penari tersebut sukses memecahkan rekor baru Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan jumlah terbanyak dalam sebuah pentas tarian yang digelar sekitar 30 menit.
Uniknya, diantara para penari tersebut terdapat seorang penari wanita atas nama Umi Bugis, siswa SMU Negeri 10 Ternate. Ini merupakan pertamakalinya seorang wanita menarikan tarian yang merupakan tari perang rakyat Moloku Kie Raha dalam mengusir para penjajah tersebut.
Soya-soya sendiri bisa dikatakan sebagai simbol kebangkitan rakyat Ternate saat Sultan Khairun dibunuh oleh Antonio Pimental, seorang kopral Portugis suruhan jenderal Lopes de Mosquita di benteng Nostra Senora del Rosario yang kini disebut benteng Kastela, diujung Selatan Ternate.
Rakyat Ternate yang marah karena sultannya terbunuh dalam sebuah perundingan yang merupakan muslihat bangsa Portugis itu, kemudian memberontak dibawah pimpinan putra Khairun yakni Baabullah.
Dengan komando seorang Kapita (kepala tentara), yang berasal dari Kayoa, rakyat Ternate akhirnya berhasil mengusir Portugis setelah mengurung rapat benteng tersebut selama lima tahun.
Soya-soya sendiri berarti menggoreng tanpa minyak dimana mengandung makna sanggup atau tidak, misi harus dijalankan meski bertaruh nyawa berupa gerakan memantau, menyerang, mengelak, dan menangkis.
Kini, Soya-soya hanya dilakukan saat adanya upacara adat atau penyambutan tamu daerah. Meski demikian, Soya-soya juga kerap ditampilkan saat festival budaya atau hajatan resmi lainnya.
Terkait dengan pemecahan rekor tersebut, Sultan Ternate Mudaffar Sjah dalam sambutannya mengaku bangga dengan apa yang sudah dilakukan para penari tersebut.
"Ini merupakan tonggak baru kepedulian para generasi muda dalam mewariskan Adat Se Atorang sebagai pegangan hidup rakyat Moloku Kie Raha," ujar Mudaffar.
Usai pementasan tersebut, pihak MURI langsung menyerahkan piagam rekor kepada Sultan Ternate sebagai pemrakarsa hajatan ini yang didampingi oleh Wali Kota Ternate Burhan Abdurachman.
(uky)
Sumber by : http://news.okezone.com